Kenapa Orang Tua Sering Membandingkan Anaknya
Rasa kurang bersyukur
Penyebab pertama yang membuat orangtua menjadi gemar membandingkan anak adalah karena rasa kurang bersyukur. Rasanya memang sangat tidak nyaman apabila harus membandingkan anak dengan orang lain, apalagi bila hal ini membuat anak tampak semakin kecil dan kurang.
Sebab rasa kurang bersyukur itulah justru dampaknya bisa sangat serius pada anak ke depannya. Pentingnya bagi para orangtua untuk senantiasa menanamkan rasa syukur yang tinggi di dalam hati, sehingga tidak perlu sampai membandingkan anak ke depannya.
Informasi Cikal Support Center
Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut :+62 811-1051-1178
Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal
Narasumber : Efika Fiona Gultom M. Psi., Psikolog, Psikolog Klinis dan Konselor SMP dan SMA Cikal Amri Setu
Editor : Salsabila Fitriana
Penulis : Rahma Yulia
1. "Ya ampun, apakah kamu lupa bahwa aku ada di dunia ini?"
2. "Sepertinya kamu sering kali melupakan betapa pentingnya arti keluarga."
3. "Aku harap aku juga bisa melupakanmu seperti kamu melupakan tanggung jawabmu padaku."
4. "Ingin sekali aku tahu apa yang membuatmu lupa akan perasaanku seorang ibu/ayah."
5. "Sangat lucu bagaimana kamu bisa mengingat semua hal untukmu sendiri, tapi mengabaikan aku."
6. "Apakah kamu tahu, setiap kali kamu melupakanku, itu menyakitkan hatiku?"
7. "Aku merasa diabaikan dan tidak berarti saat kamu terus mengabaikanku."
8. "Orang tua tidak pernah terlupakan, kecuali ketika anak-anaknya melupakan mereka."
9. "Jangan pernah lupa bahwa kamu adalah warisan terbaik yang pernah aku miliki, tetapi juga yang paling sering aku dilupakan."
10. "Dulu aku berharap kamu akan selalu mengingat betapa besar rasa cintaku kepadamu, tapi sepertinya harapan itu terlalu banyak."
11. "Kamu mungkin lupa akan hal-hal kecil dalam hidupmu, tapi sayangnya aku tidak bisa melupakan perasaan kecewaku terhadapmu."
12. "Aku tahu kamu sibuk, tapi jangan biarkan kesibukanmu membuatmu melupakan orang yang selalu ada untukmu."
13. "Dalam kehidupan ini, satu-satunya orang yang seharusnya kamu lupakan adalah aku, bukan sebaliknya."
14. "Sekali-kali ingin rasanya kamu merasakan betapa sakitnya rasa kecewa seorang orang tua."
15. "Bagaimana mungkin kamu lupa? Aku harap kamu tidak lupa bagaimana aku membawa kamu dalam rahimku selama sembilan bulan penuh."
16. "Kamu mungkin lupa, tapi aku tidak akan pernah melupakan semua pengorbananku untukmu."
17. "Kamu berhutang padaku dengan rasa sayang dan perhatian yang selalu aku berikan, jadi jangan lupa membayar hutangmu itu."
18. "Ketika kamu lupa, aku merasa hancur karena kamu melupakan betapa berharganya aku sebagai orang tuamu."
19. "Jangan pernah lupakan bahwa kecewa adalah harga yang harus kamu bayar atas lupa dan ketidakperdulianmu."
20. "Ingin rasanya aku bisa menghapus semua kenangan indah yang pernah kita bagikan, seperti kamu menghapus kenangan tentang tanggung jawabmu."
21. "Setiap kali kamu melupakanku, aku merasa seperti sekeping puzzle yang hilang."
22. "Aku bahkan tidak tahu apakah kamu masih mengingat betapa berharganya aku sebagai orang tua."
23. "Kamu mungkin menganggap lupa sebagai hal yang sepele, tapi untukku itu adalah pukulan kecil yang menusuk hati."
24. "Apakah kamu sengaja melupakan aku, ataukah aku memang tidak cukup berarti untukmu?"
25. "Jika kamu terus melupakanku, perasaan kecewa ini akan menjadi tumpukan batu yang tidak pernah reda."
26. "Orang tua memang tidak bisa mengatur ingatan anak-anaknya, tapi kita berharap kamu bisa mengatur tanggung jawabmu."
27. "Setiap kamu melupakanku, aku merasa seperti bola yang dilempar dan ditinggalkan begitu saja."
28. "Ingin rasanya aku bisa menghilang seperti apa yang kamu lakukan saat melupakan tanggung jawabmu terhadapku."
29. "Kamu mungkin lupa, tapi aku harus menghadapi rasa kecewa ini setiap hari."
30. "Andaikan kamu ingat bahwa orang tua adalah tempat berlindungmu, bukanlah tempat yang bisa kamu lupakan begitu saja."
Anak-anak dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya tersendiri, sebab memang secara umum tidak ada manusia yang sempurna. Hal ini tentu senada dengan siapa pun yang ada di dunia ini, dari tua hingga muda pasti memiliki dua sisi yang berbeda-beda.
Sama halnya dengan anak-anak yang mungkin dimiliki oleh para orangtua. Ada yang memiliki kelebihan dan ada pula kekurangannya. Namun, sering kali hal ini justru dijadikan alasan dalam membanding-bandingkan anak dengan orang lain, sehingga menimbulkan kecemburuan dan rasa minder tersendiri pada anak.
Berikut alasan orangtua suka membandingkan anaknya dilansir dari parenting.firstcry, indianaexpress dan medium.
Meragukan kemampuan anak
Penyebab yang terakhir bisa jadi karena orangtua meragukan kemampuan anak. Hal ini mungkin dapat terjadi apabila orangtua menganggap bahwa anak-anaknya tidak akan mampu dalam melakukan suatu hal tertentu.
Padahal tidak menutup kemungknan bahwa anak ternyata mampu dalam melakukan sesuatu, sebab motivasi dan keinginan kuat yang mungkin dimiliki anak. Bahkan kalau pun anak tak dapat melakukan hal tersebut, namun tidak semestinya mereka diragukan dan dibandingkan. Bisa jadi mereka justru handal dalam urusan yang lainnya.
Memang tidak mudah dalam menghadapi orangtua yang demikian. Kadang kala orangtua harus menurunkan ego dan berusaha keras dalam menjalani peran dengan baik. Jangan sampai kebiasaan dalam membandingkan anak, ya!
Baca Juga: Resto Sempatin Milik Babe Cabita, Sajian Ikan Patin Bakar Banjarmasin
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Dampak Negatif Membandingkan Anak dengan Anak Lain
Efika menjelaskan beberapa dampak yang muncul secara psikologis pada anak yang sering dibandingkan, antara lain menurunkan rasa percaya diri anak, membuat anak menarik dir dari interaksi sosial, hingga menimbulkan persaingan antar saudara.
“Anak yang sering dibanding-bandingkan dapat mengalami berbagai dampak psikologis. Misalnya, mereka mungkin merasa tidak cukup baik, yang bisa menimbulkan stres dan kecemasan. Hal ini juga bisa mengurangi rasa harga diri dan keyakinan mereka pada kemampuan sendiri. Jika perbandingan ini terus-menerus terjadi, anak mungkin cenderung menarik diri dari interaksi sosial dan bahkan dari orang tua mereka. Selain itu, hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya persaingan antar saudara kandung.” imbuh Efika.(*)
Baca juga : Orang Tua, Pahami Bentuk Bercanda dengan Anak Secara Tepat dan Tidak!
Pola parenting yang turun temurun
Setiap orangtua memiliki cara yang berbeda-beda dalam urusan mendidik anak dan hal ini disebut dengan pola asuh atau parenting. Pola asuh inilah yang mungkin akan berbeda di tiap orangnya, sebab ada banyak faktor yang memengaruhi.
Bila kamu menemukan orangtua yang gemar membandingkan anak-anaknya, maka bisa jadi mereka juga pernah menjadi korban dalam perbandingan yang dilakukan oleh orangtuanya dulu. Pola parenting yang terus turun menurun inilah yang nantinya bagai mata rantai, sebab harus segera diputus atau dihilangkan kebiasaannya apabila tak ingin berlanjut ke generasi selanjutnya.
Sulit melihat sisi kelebihan dari anak
Seperti yang dibahas sebelumnya bahwa anak lahir ke dunai dengan kelebihan dan kekurangannya. Namun, entah bagaimana orangtua seakan sibu melihat anak dari sisi kekurangannya semata, sehingga sangat mudah dalam membanding-bandingkannya.
Padahal orang lain yang dibandingkan oleh orangtua juga bukanlah sosok yang sempurna, sebab pasti memiliki kekurangan yang hanya saja tidak ditunjukan. Jangan sampai orangtua sibuk melihat kelebihan orang lain, namun seakan sulit melihat sisi kelebihan dari anak sendiri.
Teori dan Penyebab Orang Tua Membandingkan Anak
Sebelum membahas dampak, mari bahas mengenai faktor pendorong yang membuat orang tua membandingkan anak. Sebagai Psikolog, Efika menjelaskan bahwa terdapat 2 perspektif yang dapat menjelaskan fenomena membandingkan anak dalam pengasuhani, yaitu social comparison theory & expectancy value theory.
“Penyebab umum kecenderungan orang tua membandingkan anaknya, dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu social comparison theory; teori ini menjelaskan bahwa orang tua secara alami membandingkan kemampuan dan pencapaian anak untuk memastikan mereka berkembang sebagaimana mestinya. Kemudian expectancy value theory, yang menggambarkan bagaimana harapan orang tua terhadap anak dapat mendorong mereka membandingkan satu anak dengan yang lain berdasarkan sejauh mana mereka memenuhi ekspektasi tersebut.” jelas Efika.
Sementara itu, seringkali orang tua membandingkan anak untuk memotivasi, yang padahal berdampak negatif pada anak.
“Tidak jarang orang tua juga menyampaikan cenderung membandingkan anaknya dengan tujuan untuk memotivasi anaknya. Namun hal ini sebenarnya seringkali justru memberikan dampak yang kurang baik terhadap anak.” kata Efika.
Baca juga :Orang tua, Inilah Waktu dan Alasan Tepat Tumbuhkan Kemandirian Anak
(Membandingkan anak sering diniatkan untuk memotivasi, padahal memberi efek negatif tanpa disadari. Dok. Cikal)
Apa sebetulnya penyebab orang tua membandingkan anak dan dampak negatif dari membandingkan anak secara jangka panjang? Simak lebih lengkapnya berikut ini!
Baca juga :4 Cara Sekolah Cikal Menjaga Kesehatan Mental Anak Sejak Dini
Harapan untuk memiliki anak yang seperti itu
Orangtua mungkin sangat terkesan apabila melihat seseorang seusia anaknya telah memperoleh pencapaian yang luar biasa. Hal ini seakan menjadi impian yang ingin sekali dicapainya.
Sayangnya harapan untuk memiliki anak yang seperti itu bukan berarti dapat dilakukan dengan membandingkan anak. Cara tersebut hanya akan memberatkan mereka dan kemudian berdampak pada kondisi psikologisnya.
Baca Juga: 7 Kartun dari Berbagai Negara yang Masih Tayang di TV Indonesia